LANDASAN TEORITIS DAN EMPIRIS PEMBELAJARAN IPA TERPADU SD
Oleh: Elyas Djufri
Bagaimana Proses Pembelajaran IPA?
Dalam memahami IPA selalu
berkaitan dengan proses berpikir. Berpikir deduktif adalah berpikir dari
hal-hal yang umum ke khusus, dari abstrak ke konkrit dan biasanya menggunakan
logika, sedangkan berpikir induktif adalah berpikir dari hal-hal yang khusus ke
umum, dari konkrit ke abstrak dan biasanya menggunakan statistika.
IPA berkaitan dengan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan sesuatu proses penemuan. Pendidikan
IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari untuk
diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Proses pembelajaran IPA
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi
agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Kemudian diarahkan
untuk mempraktekkan sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh
pengalaman dan pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Pembelajaran IPA menumbuhkan
kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya
sebagai aspek penting kecakapan hidup. Pembelajaran IPA di Sekolah sangat perlu
menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan
dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (Kementerian Pendidikan
Nasional, 2010: 1-2).
Sebelum masuk sekolah dasar
dan diajarkan sains secara formal, anak-anak biasanya sudah membawa ide dasar
sains berdasarkan fenomena-fenomena alam yang mereka lihat dalam kehidupan
sehari-hari. Mereka sudah memiliki pengetahuan tentang apa yang akan terjadi
jika mereka menarik, memukul atau menjatuhkan suatu benda. Bahkan mereka juga
sudah memiliki pengetahuan dasar mengenai dunia dan alam sekitarnya, seperti
air, cahaya, api, dan bayangan. Sebagai contoh: anak usia 7 tahun yang belum di
ajari sains secara formal disekolah ternyata telah memiliki pengetahuan bahwa es yang dikeluarkan dari kulkas akan
mencair di tempat terbuka. “Matahari memanasi es itu.” Katanya,”karena panas
itulah es menjadi air.’ Anak ini belum menerima pendidikan IPA secara formal
mengenai teori perubahan zat dari pada ke cair, tetapi sudah mengembangkan
sebuah pengetahuan dasar bahwa es yang terkena panas akan berubah menjadi air.
Banyak sekali konsep-konsep
IPA yang dikembangkan oleh anak-anak berasal dari kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pengalaman-pengalaman seperti ini, para ahli menyimpulkan bahwa
anak-anak belajar sains melalui konsep yang mereka ciptakan/konstruk sendiri.
Paham inilah yang sering kali disebut sebagai paham konstruktivisme. Paha mini
dipelopoori oleh jean piaget. Paham sangat kompatibel dengan prinsip-prinsip
perkembangan psikologis anak didik yang
dikemukakan oleh Vygotsky.
Perbincangan mengenai
konsstruktivisme dalam pembelajaran sains menjadi sangat menarik, mengingat
pada saat ini, pendidikan di Indonesia selalu diarahkan agar peserta didik
mampu mengembangkan long-term memory, life skill, dan memiliki kemampuan atau
kompetensi untuk memahami konsep-konsep sains, serta tidak hanya menghafal
konsep-konsep tersebut. Bahkan, saat ini di arahkan agar pembelajaran sains
lebih terkonstruksi secara sosial. Untuk alasan iitulah sains harus
dibelajarkan disekolah melalui kurikulum terintegrasi/terpadu.
Rasionalisasi IPA Terpadu
Pembelajaran IPA bergeser
menuju pembelajaran IPA terpadu/teritegrasi dilator belakangi oleh: 1) hasil
penelitian, bahwa enam sifat guru efektif belum dimiliki oleh guru-guru IPA di
jenjang SD, SMP/MTS); 2) Mismatch tentang keadaan guru IPA di SMP, dimana guru
IPA yang di ampuh oleh guru yang bukan lulusan S1 pendidikan IPA/SD; dan 3)
standards for science teacher preparation merekomendasikan, bahwa guru-guru IPA
harus memiliki kecenderungan interdisipliner pada IPA.
Tumpang tindih materi dapat
menjadi lebih efisien dan efektif untuk dibelajarkan; peserta didik dapat
melihat hubungan yang bermakna antara
konssep dari tiga bidang kajian atau lebih; meningkatkan taraf kecakapan
berpikir peserta didik, karena mereka dihadapkan pada gagasan atau pemikiran
yang lebih luas dan lebih mendalam ketika menghadapi situasi pembelajaran;
menyajikan penerapan/aplikasi tentang dunia nyata yang dialami dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga memudahkan pemahaman konsep dan kepemilikan kompetensi
IPA; motivasi belajar peserta didik
dengan pengalaman belajar yang terkait, sehingga pemahaman menjadi lebih
terorganisasi dan mendalam, serta memudahkan memahamai hubungan materi IPA dari
satu konteks ke konteks lainnya; serta mampu meningkatkan kerja sama antara
guru, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta
didik/guru dengan narasumber; sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar
situasi nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna (Kemdiknas, 2005:2).
IPA Terpadu adalah mata
pelajaran interdisipliner yang memberikan kesempatan siswa untuk mempelajarai
isu-isu yang relevan dengan IPA dalam kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran ini
mengintegrasikan perspektif dari berbagai disiplin ilmu termasuk biologi,
kimia, fisika, ilmu bumi-antariksa dan lain-lain. Diadakannya IPA terpadu dalam
kurikulum sekolah dipengaruhi oleh premis bahwa pengetahuan tentang oragnisme
dan interaksinya dengan lingkungan akan meningkatkan penerapan IPA dalam
membentuk kualitas kehidupam, melalui promosi praktik kesehatan diri dan peduli
terhadap lingkungan hidup. IPA terintegrasi bertujuan untuk menghasilkan” orang
dewasa muda dengan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang akan
membantu mereka menegosiasikan lingkungan teknologi yang semakin kompleks dan
dinamis dimana mereka tinggal dan bekerja. (Caribbean Examinations Council,
2007).
Landasan Teoritik dan Empirik
Pembelajaran terpadu merupakan salah satu
model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua
jenjang pendidikan, mulai dari tingkat SD/MI sampai dengan SMA/MA, model pembelajaran
ini pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan
menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik.
1.
Landasan Pemikiran
Pembelajaran
terpadu dikembangkan dengan landasan pemikiran yaitu:
a. Progresivisme, menyatakan bahwa pembelajaran seharusnya
berlangsung secara alami, tidak artifisial.
b. Konstruktivisme, menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk
sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar
bermakna.
c. Developmentally Appropriate, menyatakan bahwa pembelajaran
harus disesuaikan dengan perkembangan usia dan individu yang meliputi
perkembangan kognisi, emosi, minat, dan bakat siswa.
2.
Landasan Normatif
Landasan
Normatif , menghendaki bahwa pembelajaran terpadu hendaknya dilaksanakan
berdasarkan gambaran ideal yang ingin dicapai oleh tujuan pembelajaran.
3.
Landasan Praktis
Landasan
Praktis, bahwa pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan memperhatikan situasi
dan kondisi praktis yang dipengaruhi terhadap kemungkinan pelaksanaanya
mencapai hasil yang optimal.
1.
TEORI PERKEMBANGAN JEAN PEAGET
Menurut jean peaget, seorang anak maju melalui empat tahap perkembangan
kognitif,antara lain dan dewasa, yaitu tahap sensorimotor,pra operasional
operasi konkrit, dam oporasi formal, kecepatan perkembangan tiap individu
melalui tahapan ini berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah satu
dari tahap tersebut. Tiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan kemampuan
intelek tual baru yang memungkinkan orang memahami duia dengan cara
yang semakin kompleks.
Perkembangan sebagian bergantung pada seberapa jauh anak aktif memanipulasi
dan berinterasi aktif dengan lingkungan. Hal ini mengindikasikan bahwa
lingkungan dimana anak belajar sanagat menentukan proses perkembangan kognitif
anak. Adaptasi
lingkugan dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Menurut
Slavin(1994: 32), asimilasi merupakan penginterpretasian pengalaman pengalaman baru dalam
hubungannya dengan skema skema yang ada.
Sedangkan akomodasi adalah pemodifikasian skema skema yang ada untuk
mencocokanya dengan situasi situasi yang baru. Proses pemulihan kesetimbangan
antara pemahaman saat ini dan pengalama pengalaman yang baru disebut
akuilibrasi.menurut piaget, Pembelajaran bergantung pada proses ini . saat
kesetimbangan terjadi, anak memiliki kesempatan bertumbuh dan berkembang. Guru dapat mengambil keuntungan
ekuilibrasi dengan menciptakan situasi yang mengakibatkan ketidaksetimbangan,
oleh karena itu menimbulkan
keingintahuan siswa.
Piaget yakin bahwa pengalaman pengalaman fisik dan manipulasi lingkunagan
penting bagi terjadinya perubahan perkembnagan. Selain itu, ia juga
berkeyakinan bahwa interaksi sosial dengan teman sebayanya, kususnya berargumentasi, berdiskusi,
memantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya, membuat pemikiran itu menjadi logis.
Guru dapat menciptakan suatu keadaan atau lingkungan belajar yang memadai
agar siswa dapat menemukan pengalaman pengalaman nyata dan terlibat langsung dengan
alat atau media. Peranan guru sangat penting untuk menciptakan situasi belajar
sesuai dengan teori piaget. Beberapa teori piaget dalam pembelajaran sebagai
berikut:
1.
Memfokuskan pada proses berpikir
anak,tidak sekedar pada produknya. Disamping itu dalam pengecekan kebenaran
jawaban siswa, guru harus memahami proses yang di gunakan anak sampai pada
jawaban tersebut.
2.
Pengenalan dan pengakuan atas
peranan anak-anak yang
penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan
pembelajaran.
3.
Penerimaan perbedaan individu dalam
kemajuan perkembangan. Bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya pada
kecepatan yang berbeda.
Oleh karena itu guru harus melakukan
upaya khusus untuk lebih menata kegiatan kegiatan kelas untuk individu individu
dan kelompo kelompok kecil anak anak dari pada kelompok klasikal. Mengutamakan
peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam
kegiatan pembelajaran. Di dalam kelas tidak menyajikan pengetahuan jadi,
melainkan anak didorong untuk menemukan sendiri pengetahuan itu melalui
interaksi dengan lingkunganya. Oleh karena itu, Guru dituntut untuk
mempersiapkan beraneka ragam kegiatan yang memungkinkan anak melakukan kegiatan
secara langsung.
Dari implikasi
teori piaget diatas, jelaslah guru harus mampu menciptakan keadaan
belajar yang mampu untuk belajar sendiri arinya, guru tidak sepenuhnya
mengajarkan sesuatu bahan ajar kepada pembelajar,tetapi guru dapat membangun
pebelajar yang mampu belajar dan terlibat aktif dalam belajar.
2.
TEORI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME
Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori
pembelajaran kognitif yang baru
dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri
dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan
aturan aturan lama dan merevisinya apabila aturan aturan tersebut tidak sesuai
lagi. Bagi siswa agar benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja nenecahakan
masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan
ide ide.
Menurut teori ini, suatu prinsip paling penting dalam
psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan yang ada di
benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan
kesempatan siswa untuk menemukan dan menerapkan ide ide mereka sendiri, dan
membelajarkan siswa dengan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri
untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke
pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus
memenjatnya.
Pada dasarnya aliran kontruktivissme menghendaki bahwa
pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama
dari belajar bermakna. Belajar bemakna tidak akan terwujud hanya dengan
mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain.
Prinsip yang sering diambil dari
kontruktivisme menurut suparno yaitu:
1.
Pengetahuan dibangun oleh siswa
secara aktif,
2.
Takanan dalam proses balajar
terletak pada siswa.
3.
Mengajar adalah membantu siswa
belajar.
4.
Tekanan dalam proses belajar lebih
pada proses bukan pada hasil akhir.
5.
Kurikulum menekankan partisipasi siswa,
dan
6.
Guru sebagai fasilitator
Secara umum, prinsip prinsip
tersebut berperan sebagai referensi dan alat refleksi kritis terhadap
praktik,pembaharuan,dan perencanaan pendidikan.
3.
TEORI VYGOTSKY
Teori vygotsky merupakan salah
satu teori peting dalam psikologi perkembangan. Teory vygotsky menekankan pada hakekat sosialkultural dari pembelajaran. Menurut vygotsky bahwa
pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas tugas
yang belum belum di pelajari namun tugas itu masih berada dalam jangkauanya,
Contoh dalam pembelajaran , yaitu ketika akan mengajarkan materi hukum
pembiasan cahaya, siswa harus memiliki prasyarat pengetahuan yang berkaitan
dengan cahaya, seperti siswa mudah memahami bahwa lintasan cahaya pada medium
homogen adalah lurus, siswa memberikan contoh contoh pembiasan dan pemantulan
cahaya dalam kehidupan sehari hari. Dengan memiliki prasyarat pengetahuan
seperti itu, maka dalamm menyampaikan materi hukum pembiasan cahaya akan lebih
mudah dipahami siswa, disamping pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa
tersebut.
Ide penting lain yang
diturunkan dari teori Vygotsky adalah memberikan sejumlah bantuan yang besar
kepda seorang anak selama tahap tahap awal pembalajaran kemudian anak tersebut
mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat
melakukan nya. Bantuan tersebur dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan,
menguraikan masalah kedalam langkah langkah pemecahan, memberikan contoh, atau
pun yang lain sehimgga memungkinkan siswa tumbuh mandiri, Contoh dalam
pembelajaran adalah pada pembelajaran eksperimen untuk membuktikan hukum
pemantulan cahaya, guru dapat memberikan bantuan kepada siswa berupa penjelasan
tentang langkahlangkah pelaksanaan eksperimen, atau bantuan berupa diskusi
tentang rangkuman materi yang berkaitan dengan pemantulan cahaya.
Ada dua implikasi utama teori
Vygotsky dalam pembelajaran sains. Pertama, dikehendakinya susunan kelas
berbentuk pembelajaran koperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi
di sekitar tugas tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi pemecahan
masalah yang efektif didalam pikiran siswa.. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam
pengajaran menekankan scalffolding sehingga siswa semakn lama semakin
bertanggung jawab terhadap pembelajaranya sendiri.
4.
TEORI BANDURA
Pemodelan merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial yang
dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurut Bandura sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif
dan mengingat tingkah laku orang lain. Seseorang belajar menurut teori ini dilakukan dengan mengamati tingkah laku
orang lain (model), hasil
pengamatan itu kemudian dimantapkan dengan cara menghubungkan pengalalaman baru
dengan pengalaman sebelumnya atau mengulang ulang kembali. Dengan jalan ini
memberi kesempatan kepada orang tersebut untuk mengekspresikan tingkah
laku yang di pelajarinya.
Berdasarkan pola perilaku tersebut, selanjutnya Bandura mengklasifkasi
empat fase belajar dari pemodelan yaitu: Fase perhatian, fase retensi, fase
reproduksi, dan fase motivasi.
5.
TEORI BRUNER
Jerome Bruner, seorang ahli psikologi havard adalah salah seorang pelopor pengembangan kurikulum terutama dengan teori yang
di kenal dengan pelajaran penemuan
inkuiri. Teori Bruner
yang selanjutnya disebut pembelajaran penemuan
inkuiri adalah model pembelajaran yang menekankan pentingnya pemahaman tentang
struktur materi atau ide kunci dari suatu ilmu yang dipelajari, perlunya
belajar aktif sebagai dasar dari pemahaman sebenarnya, dan nilai berpikir
secara induktif dalam belajar (pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui
penemuan pribadi). Menurut bruner, belajar akan lebih bermakna bagi
siswa jika mereka memusatkan perhatianya untuk memahami struktur informasi,
siswa harus aktif dimana mereka harus mengidentifikasi sendiri prinsip-prinsip kunci dari pada hanya menerima penjelasan dari seorang guru.
Oleh karena itu, guru harus memunculkan masalah yang
mendorong siswa untuk melakukan kegiatan penemuan. Dalam pembelajaran melalui
penemuan, guru nenberikan contoh dan siswa bekerja berdasarkan contoh tersebut
sampai hubungan antar bagian dari suatu struktur materi. Aplikasi ide-ide bruner
dalam pembelajaran menurut woolfolk, digambarkan
sebagai berikut
1.
Memberikan contoh dan bukan contoh
dari konsep yang dipelajari
2.
Membantu siswa mencari hubungan
antara konsep
3.
Mengajukan pertanyaan dan membiarkan
siswa mencoba menemukan sendiri jawabanya
4.
Mendorong siswa untuk membuat dugaan
yang bersifat intuitif
Simpulan
Pembelajaran terpadu merupakan salah satu
model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua
jenjang pendidikan, model pembelajaran ini pada hakikatnya merupakan suatu
pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik secara individual
maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip
secara holistik dan otentik.
Landasan Pemikiran pembelajaran terpadu
dikembangkan dengan landasan pemikiran yang meliputi Progresivisme,
Konstruktivisme, Developmentally, dan Appropriate. Landasan Normatif
menghendaki bahwa pembelajaran terpadu hendaknya dilaksanakan berdasarkan
gambaran ideal yang ingin dicapai oleh tujuan pembelajaran. Landasan
Praktis menyatakan bahwa pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan memperhatikan
situasi dan kondisi praktis yang dipengaruhi terhadap kemungkinan pelaksanaanya
mencapai hasil yang optimal.
Teori dalam pembelajaran terpadu antara
lain teori Jean Peaget, teori Kontruktivisme, teori Vygotsky teori
Bandura, teori Bruner.
Tugas Mandiri
1. Jika pembelajaran
terpadu dikembangkan dengan landasan pemikiran progresivisme, behavioristik, dan konstruktivisme, coba anda jelaskan
ketiga teori tersebut secara mendalam disertai contoh penerapannya di sekolah
dasar.
2. Jelaskan makna landasan normatif dan praktis dalam
pendidikan IPA Terpadu!
Daftar Pustaka
Indrawati.
2009. Model
Pembelajaran Terpadu Di Sekolah Dasar. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA)
Tim Pengembang
PGSD. 1996. Pembelajaran
Terpadu D-II PGSD dan S-2 Pendidikan Dasar. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Trianto,2010,Model Pembelajaran Terpadu,Surabaya: Bumi Aksara